Semangka

Semangka

Kamis, 11 Oktober 2012

Aku yang Tertinggal Begitu Jauh...


Sekali lagi aku melangkah mencari-cari sandaran karena jujur saja aku mulai merasa lelah. 

Aku menyusuri jalan ini seorang diri karena engkau telah berlalu dan aku tertinggal begitu jauh. Ada harapan dalam hatiku, harapanku saat ini adalah dapat menyusulmu ikut menyamakan langkah denganmu berjalan berdampingan denganmu, menyusuri jalan ini bersama helaan nafasmu. Ikut tertawa riang denganmu tersenyum melihat tantangan di depan kita.
Aku ingin ikut bersamamu. Mengejar pelangi menikmati keindahan matahari pagi dan aku juga ingin beristirahat bersamamu hingga sore nanti.

Namun di manakah dirimu, tak kutemui bayangmu. Tak kutemukan jejakmu. Seperti terhalang bukit-bukit tinggi seperti terhapus ombak lautan. Aku terus berjalan walau kegelapan mulai datang, sekiranya hadir dirimu maka engkaulah cahayaku. Aku masih berjalan dalam dahagaku, sekiranya engkau datang maka engkaulah penyejukku. Aku berjalan dalam sepiku, sekiranya engkau datang maka engkaulah keramaianku. Aku berjalan dengan bersemu wajah, sekiranya engkau datang maka engkaulah senyumku. Kau adalah segalanya bagiku, segalanya untukku. Kau yang mengajarkanku, kau yang membantuku, dan kaulah yang menyadarkanku.

Saat kau hilang dalam hidupku aku seperti mati dalam kehidupan. Aku pun tak mengerti, engkau yang melesat begitu cepat atau aku yang tertinggal begitu jauh?

Seakan kau tak pernah ada dalam hidupku atau aku yang tak pernah menyadari akan hadirmu sehingga kau hilang dalam pandang tanpa bayang?

Waktu bagiku seperti kilatan cahaya sebelum hujan datang, berlalu tanpa terasa tetapi setelah hilangnya kilatan cahaya itu, di penghujung kilatan cahaya itu terdapat guntur yang menggelegar. Yang kembali menyadarkanku sekaligus menakutiku. Lalu bagaimanakah dapat kuputar waktu?

Aku terduduk dalam malam. Di pinggir pantai di debur ombak yang menghantam, yang seolah-olah mengusirku. Kupandangi langit ada rembulan yang tergantung dengan kokoh, sungguh rembulan milik matahari. Karena walaupun mereka tak pernah bertemu, namun matahari selalu ikhlas selalu tulus memantulkan sinarnya pada rembulan. Sehingga rembulan tetap bercahaya dengan sinar cinta matahari. Hilangnya dirimu dalam pandanganku, apakah laksana matahari dengan rembulan? Apakah kau setia mendoakanku yang terlampau jauh darimu? Seperti matahari yang memantulkan sinarnya dari kejauhan pada rembulan?
Pertanyaan-pertanyaan ini, entah siapa dan apa jawabannya.

Untuk apa aku terus disini. Aku ingin ikut denganmu.
Aku ingin menyusulmu ikut menyamakan langkah denganmu berjalan berdampingan denganmu, menyusuri jalan ini bersama helaan nafasmu.

Sekali lagi aku bertanya… 

Di manakah dirimu? Engkau yang melesat begitu cepat atau aku yang tertinggal begitu jauh?
Engkau yang tak pernah hadir dalam hidupku atau aku yang tak pernah menyadari akan hadirmu sehingga kau hilang dalam pandang tanpa bayang?

Sunyi.

Hanya ada dengung suaraku bergema dalam goa sanubariku.
Angin berbaik hati mengitari tubuhku menelisik ke dalam hampanyanya jiwaku.

Aku bangun… berjalan pelan… berjalan cepat… kemudian berlari kencang. Sekencang-kencangnya. Saat itu juga Bbuuummm… tubuhku jatuh ke bumi, aku berdebam jatuh tersuruk tersungkur dalam. Mataku terpejam. Saat kubuka pelan mataku ada cahaya melintas. Saat itu pula aku menyadari,

Aku telah tertinggal begitu jauh darimu, Sahabatku. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar