Semangka

Semangka

Selasa, 23 Oktober 2012

Galau tiada tara... STOP!!!



Duileeeh yang lagi seg-seg an di pojokkan kamar gara-gara ditinggal pacarnya.
Wuih ada yang hampir bunuh diri gara-gara dikhianatin, udah megang-megang silet gitu deh. Ada yang berceceran tangisan darah tuh sambil dengerin lagu-lagu galau plus guling yang udah hampir lapuk kena air mata. *serem

Yapp galau. Sahabat “galau” di millennium ini emang lagi merajalela banget lho, bahkan yang lagi galau udah ngga malu-malu lagi mempublikasikannya malah sengaja diumbar-umbar. Si galau lagi naik daun jadi “trending topic” di abad ini. *itu kalo kata anak twitter.

Kebanyakan penyebab tipe galau ya karena si lawan jenis, meski banyak sih karena hal lain juga, yah tapi masih kalah banyak sama tipe galau karena lawan jenis.

(Kok lo sok tau banget sih? Udah ngelakuin penelitian? Ih kepo deh... )

Haha bukannya sok tau sahabat tapi ya kita kan punya jejaring sosial, ya kita tahulah bisalah ngelakuin survey kecil-kecilan dari setiap status yang diupdate dan timeline yang ditweet. 

Sahabat rasanya disakitin itu emang gak enak banget nyesek ke ubun-ubun, panas berapi-api dan marah bergemuruh di dada. Saat hati goyang sempoyongan gak karuan kayak gitu pasti susah banget buat mikir positif, aduuuhh boro-boro kepikiran istighfar, wudhu atau apalah yang baik-baik. Orangtua manggil aja ngga di sahutin… Yakan? Benerkan? *dosa pertama

Nah entah kenapa ya sekarang kalo lagi galau dan kesel kayak gitu pasti malah buka akun pribadinya dan nulis sesuatu yang ada di hatinya. Mending kalo yang ditulis bahasa yang rada sopan, ada dimensi penggugah jiwa plus nyastra. Nah ini??? Nothing!

Yang ada kata-kata kasar berlafazkan amarah membara sesak di dada dan tangisan meratap kecewa. Duuuuhh *dosa kedua.

Sahabat emang sih itu akun pribadi kita “gue mau ngomong apa kek, nulis apa kek, ngelakuin apa kek.. terserah gue! Urus aja hidup lo!”

Behh nih kalimat sinetron banget, sinetron yang banyak ditiru oleh kehidupan nyata. Tapi sahabat ga semua orang seneng ngebaca apa yang kita tulis mengenai hal-hal yang seperti itu *percaya deh

Yang ada itu malah ngebuka sisi jelek kita di mata mereka, yang ada kita ngumbar-ngumbar aib sendiri. Bukannya Allah benci banget ya sama manusia yang suka mengumbar-ngumbar aib sendiri? Yakan? Benerkan? Bener dong.

Pasti kita marah kan kalo aib kita dibuka sama orang lain? Yakan? Eh ini malah kita buka-buka aib sendiri.

Sahabat mari kendalikan hati kita bahwa keterpurukkan yang seperti itu semestinya belum boleh ada di masa muda kita. Masih banyak hal-hal yang lebih bermanfaat daripada meratapi hal yang tiada guna.

Ingatlah Allah sahabat, Orang tua kita dan mereka semua di sekitar kita yang menyayangi kita. Mengapa cuma gara-gara sesuatu yang belum tentu (dan emang belum) mendapat ridho Allah kita tangisi mendera-dera. Lalu bagaimanakah dosa-dosa kita, amal perbuatan kita dan segala bekal kita?

Udah deh tinggalin aja si*dia. Tanpa kita sadari banyak mimpi kita yang tertunda lho sahabat karena hal-hal yang satu ini. Waktu kita banyak tersita terbuang percuma. Mending kita diskusi agama, belajar ilmu pengetahuan, banggain orang tua. Kita juga jadi gak punya privasi dengan adanya si*dia yang tau segala hal mengenai kita. Risih kaaan?

“Ah tapi kan pacaran gue biasa aja, gak pernah ngapa-ngapain juga sih jadi yaa gapapalah..”

Sahabat. Ini udah peraturan, berani ngelanggar? Ini Allah lho yang bikin.. lebih baik mencegah daripada mengobati. Dari kecil sampai besar belum pernah pacaran itu mah bagus, luar biasa. Tapi yang tobat dan mau memperbaiki diri nya hingga terbebas dari pacaran itu mantaaaaappppp luar biasa.

Bukan bermaksud menggurui sok tahu sok suci atau sok bersih tanpa cela nih ya, aku juga masih belajar, masih memperbaiki diri sedikit demi sedikit selangkah demi selangkah. Kalo ngingetin kebaikan insya Allah, Allah ridho. Soalnya kan mau dapet yang lebih baik juga nanti jadi tentu kita juga mesti perbaiki diri ^_^

Semoga bermanfaat ya. Yang benar mutlak datangnya dari Allah, yang hina penuh cela mutlak pada diriku.

Wallahu waliyut taufiq

Kamis, 11 Oktober 2012

Aku yang Tertinggal Begitu Jauh...


Sekali lagi aku melangkah mencari-cari sandaran karena jujur saja aku mulai merasa lelah. 

Aku menyusuri jalan ini seorang diri karena engkau telah berlalu dan aku tertinggal begitu jauh. Ada harapan dalam hatiku, harapanku saat ini adalah dapat menyusulmu ikut menyamakan langkah denganmu berjalan berdampingan denganmu, menyusuri jalan ini bersama helaan nafasmu. Ikut tertawa riang denganmu tersenyum melihat tantangan di depan kita.
Aku ingin ikut bersamamu. Mengejar pelangi menikmati keindahan matahari pagi dan aku juga ingin beristirahat bersamamu hingga sore nanti.

Namun di manakah dirimu, tak kutemui bayangmu. Tak kutemukan jejakmu. Seperti terhalang bukit-bukit tinggi seperti terhapus ombak lautan. Aku terus berjalan walau kegelapan mulai datang, sekiranya hadir dirimu maka engkaulah cahayaku. Aku masih berjalan dalam dahagaku, sekiranya engkau datang maka engkaulah penyejukku. Aku berjalan dalam sepiku, sekiranya engkau datang maka engkaulah keramaianku. Aku berjalan dengan bersemu wajah, sekiranya engkau datang maka engkaulah senyumku. Kau adalah segalanya bagiku, segalanya untukku. Kau yang mengajarkanku, kau yang membantuku, dan kaulah yang menyadarkanku.

Saat kau hilang dalam hidupku aku seperti mati dalam kehidupan. Aku pun tak mengerti, engkau yang melesat begitu cepat atau aku yang tertinggal begitu jauh?

Seakan kau tak pernah ada dalam hidupku atau aku yang tak pernah menyadari akan hadirmu sehingga kau hilang dalam pandang tanpa bayang?

Waktu bagiku seperti kilatan cahaya sebelum hujan datang, berlalu tanpa terasa tetapi setelah hilangnya kilatan cahaya itu, di penghujung kilatan cahaya itu terdapat guntur yang menggelegar. Yang kembali menyadarkanku sekaligus menakutiku. Lalu bagaimanakah dapat kuputar waktu?

Aku terduduk dalam malam. Di pinggir pantai di debur ombak yang menghantam, yang seolah-olah mengusirku. Kupandangi langit ada rembulan yang tergantung dengan kokoh, sungguh rembulan milik matahari. Karena walaupun mereka tak pernah bertemu, namun matahari selalu ikhlas selalu tulus memantulkan sinarnya pada rembulan. Sehingga rembulan tetap bercahaya dengan sinar cinta matahari. Hilangnya dirimu dalam pandanganku, apakah laksana matahari dengan rembulan? Apakah kau setia mendoakanku yang terlampau jauh darimu? Seperti matahari yang memantulkan sinarnya dari kejauhan pada rembulan?
Pertanyaan-pertanyaan ini, entah siapa dan apa jawabannya.

Untuk apa aku terus disini. Aku ingin ikut denganmu.
Aku ingin menyusulmu ikut menyamakan langkah denganmu berjalan berdampingan denganmu, menyusuri jalan ini bersama helaan nafasmu.

Sekali lagi aku bertanya… 

Di manakah dirimu? Engkau yang melesat begitu cepat atau aku yang tertinggal begitu jauh?
Engkau yang tak pernah hadir dalam hidupku atau aku yang tak pernah menyadari akan hadirmu sehingga kau hilang dalam pandang tanpa bayang?

Sunyi.

Hanya ada dengung suaraku bergema dalam goa sanubariku.
Angin berbaik hati mengitari tubuhku menelisik ke dalam hampanyanya jiwaku.

Aku bangun… berjalan pelan… berjalan cepat… kemudian berlari kencang. Sekencang-kencangnya. Saat itu juga Bbuuummm… tubuhku jatuh ke bumi, aku berdebam jatuh tersuruk tersungkur dalam. Mataku terpejam. Saat kubuka pelan mataku ada cahaya melintas. Saat itu pula aku menyadari,

Aku telah tertinggal begitu jauh darimu, Sahabatku.